BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia awal diplomasi dimulai pada saat
adanya Vacuum of Power di Asia Tenggara,sewaktu menyerahnya Jepang, kemudian
Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya. Sesuai teori berdirinya sebuah
negara, maka harus ada warga negara, wilayah, pemerintah, dan pengakuan dari
negara lain. Ketiga unsur pertama sudah ada, tinggal pengakuan dari negara
lain. Dapat dikatakan perjanjian Linggarjati merupakan salah satu strategi
Indonesia untuk memperkokoh eksistensinya di dunia internasional dan menyatakan
bahwa kemerdekaan Indonesia itu nyata adanya.(Lapian & Drooglever : 1992:
1)
Dalam
bulan-bulan terakhir peperangan di Pasifik, oleh Sekutu di putuskan bahwa yang
diutamakan adalah penyerbuan ke Negara Jepang. Penyerbuan itu ditugaskan kepada
Jenderal Mac.Arthur, sedangkan tanggung jawab seluruh wilayah Hindia¬Belanda, diserahkan kepada
Laksamana Mounbatten, yang bertaggung jawab atas Sumatra. Akan
tetapi MacArthur berkeberatan dan minta supaya Mountbatten menunggu sarnpai
Jepang menandatangani dokumen-dokumen penyerahan di Tokyo karena MacArthur
khawatir satuan-satuan Jepang akar rnengadakan perlawanan sebelum Jepang resmi
menyerah. Para kepala staf Inggris di London setuju dengan MaeArthur. Jepang
menandatangani dokumen-dokumen penyerahan pada tanggal 2 September 1945.
(Lapian & Drooglever : 1992: 2)
Tentara
Inggris baru mendarat di Jakarta pada tanggal 26 September 1945. Tenggang waktu
antara Proklamasi Kemerdekaan dan kedatangan tentara Inggris satu setengah
bulan. Hal ini membawa tiga keuntungan bagi Republik Indonesia. Pertama, api
repolusi membara di seluruh Indonesia. Kedua, memberi kesempatan kepada
republik untuk mengorganisasi pemerintahannya dan menyusun kekuatan fisiknya.
Ketiga, selama di markas besarnya di Kandy, Sri Lanka, Mountbatten mulai
menyadari bahwa informasi yang diterimanya dari sumber-sumber Belanda mengenai
keadaan di Indonesia sama sekali tidak cocok dengan kenyataan Van Mook, Letnan
Gubemur Jenderal Hindia-Belanda, antara lain melaporkan bahwa kemerdekaan Indonesia
di Proklamasikan oleh Ir. Soekarno dan di bantu oleh Panglima Tertinggi Jepang di Jawa pada
tanggal 17 Agustus 1945. (Lapian & Drooglever : 1992: 10)
Syukurlah
Mountbatten menerima laporan dari dua perwira Inggris yaitu LetKol. Maisy dan
Wing-Commader. Davis, Maisy adalah seorang dokter di beberapa rumah sakit untuk
tawanan perang di dekat Jakarta, dan Davis adalah komandan beberapa kamp
tahanan perangsekitar Pekan Baru. Untuk menjalankan tugasnya mengadakan
inspeksi, mereka diizinkan oleh Komandan Jepang untuk berkeliling. Davis
mengunjungi cumah-rumah sakit dan Maisy mengunjungi tempat tahanan perang.
Mereka melaporkan betapa mendalann dan luas api nasionalisme membara sejak
Belanda menyerah kepada Jepang. Tuntutan Bangsa Indonesia tidak boleh dikurangi
dari seratus persen merdeka. Mountbatten menentukan garis kebijakan, yakni
tentara Inggris tidak akan campur tangan dalam perselisihan politik RI dan
Belanda (seperti dituntut oleh Belanda). Tugas tentara Inggris terbatas pada
pembebasan tahanan-tahanan Sekutu, sipil dan Militer, serta memerintahkan
penyerahan tentara Jepang, melucuti dan mengembalikan mereka ke Jepang. Tentara
Inggris tidak bertugas menegakkan kembali(Lapian & Drooglever : 1992: 10)
Pemerintah
Hindia - Belanda tetap bersedia membantu supaya pihak Belanda dan pihak
Indonesia mencapai persetujuan politik. Segera setelah satuan-satuan tentara
Inggris mendarat, komandannya berhubungan dengan pejabat-pejabat RI untuk menerangkaan maksud dan tujuan
kedatangan tentara Inggris dan minta bantuan dalam menjalankan tugasnya.
Pendaratan satuan-satuan tentara Inggris pada awalnya jarang menimbulkan
bentrokan dengan pemuda-pemada kita, sekalipun mereka sudah panas karena
menyangka lnggris datang untuk menegakkan kembali Pemerintah Belanda. Pertempuran
baru terjadi di Surabaya pada saat
tentara Inggris mendarat. lni disebabkan karena tindakan komandannya yang tidak
bijaksana, dengan menyebarkan selembaran-selembaran. yang berisi perintah untuk
menyerahkan semua senjata yang berada ditangan orangsipil kepada tentara
Inggris. (Lapian & Drooglever : 1992: 11)
Masuknya AFNEI yang
diboncengi NICA ke Indonesia karena Jepang menetapkan 'status quo' di Indonesia
menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda, seperti
contohnya Peristiwa 10 November, selain itu pemerintah Inggris menjadi
penanggung jawab untuk menyelesaikan konflik politik dan militer di Asia, oleh
sebab itu, Sir Archibald Clark Kerr, diplomat Inggris, mengundang Indonesia dan
Belanda untuk berunding di Hooge Veluwe, namun perundingan tersebut gagal
karena Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya atas Jawa,Sumatera dan
Pulau Madura, namun Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura
saja. Peluang berunding dengan Belanda
terbuka lagi ketika Inggris mengangkat Lord Killearn sebagai utusan istimewa
Inggris di Asia Tenggara, sekaligus penengah konflik Indonesia-Belanda.
Konsulat Inggris di Jakarta mengumumkan, selambat-lambatnya pada 30 November
1946 tentara Inggris akan meninggalkan Indonesia . Kabinet baru Belanda
kemudian mengutus Schermerhorn sebagai Komisi Jenderal untuk berunding dengan
Indonesia. Schermerhorn dibantu tiga anggota: Van Der Poll, De Boer, dan Letnan
Gubernur Jenderal H.J. Van Mook. Perundingan inilah yang kemudian terjadi di
Linggarjati dan disebut sebagai perjanjian Linggarjati. Pelaksanaan hasil
perundingan ini tidak berjalan mulus. Pada tanggal 20 Juli 1947, Gubernur
Jendral H.J. van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi
dengan perjanjian ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslah Agresi Militer
Belanda I. (Fahrul, Wilkipedia)
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Bagaimana proses terjadinya perundingan
Linggarjati ?
1.2.2
Bagaimana hasil dari perundingan
Linggarjati ?
1.2.3
Bagaimana
peranan tokoh-tokoh Indonesia di balik layar prjanjian Linggarjati ?
1.2.4
Bagaimana
latar belakang dan proses terjadinya Agresi Militer Belanda 1 ?
1.3
Tujuan
1.3.1
Untuk mengetahui bagaimana proses
terjadinya perundingan Linggarjati ?
1.3.2
Untuk mengatahui agaimana hasil dari
perundingan Linggarjati ?
1.3.3
Untuk
mengetahui agaimana peranan tokoh-tokoh Indonesia di balik layar prjanjian
Linggarjati ?
1.3.4
Untuk mengatui
bagaimana latar belakang dan proses terjadinya Agresi Militer Belanda 1 ?
1.4 Manfaat
Dengan penulisan makalah ini ,
diharapkan dapat memberikan mamfaat sebagai berikut ;
1. Dapat
memberikan informasi serta pengetahuan bagi mahasiswa terkait materi yang
dibahas dalam perkuliahan.
2. Dapat
mempermudah mahasiswa dalam memahami materi perkuliahan.
3. Dapat
melatih mahasiswa dalam membuat sebuah makalah yang baik dan benar.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Proses terjadinya perundingan Linggarjati
Di Indonesia awal diplomasi dimulai pada saat
adanya Vacuum of Power di Asia Tenggara, sewaktu menyerahnya Jepang. Kemudian
Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya. Sesuai teori berdirinya sebuah
negara, maka harus ada warga negara, wilayah, pemerintah, dan pengakuan dari
negara lain. Ketiga unsur pertama sudah ada, tinggal pengakuan dari negara
lain. Dapat dikatakan perjanjian Linggarjati merupakan salah satu strategi
Indonesia untuk memperkokoh eksistensinya di dunia internasional dan menyatakan
bahwa kemerdekaan Indonesia itu nyata adanya. Terbentuknya Perjanjian
Linggarjati tentunya tidak dapat dilepaskan dari latar belakang internasional
dan nasional. Keadaan dunia pasca perang Pasifik dapat dikatakan masih belum
stabil. Sekutu mulai berdatangan untuk menarik mundur seluruh pasukan Jepang
yang ada dalam kawasan Hindia-Belanda, yang awalnya dipimpin oleh Jenderal Mac
Arthur, lalu kemudian diserahkan oleh Laksamana Mountbatten. Pengiriman Tentara
Inggris ke Indonesia dapat dikatakan relatif lama, yakni pada tanggal 26
September 1945 atau satu setengah bulan sejak diproklamirkannya kemerdekaan
Republik Indonesia oleh Soekarno-Hatta. Namun dibalik itu, justru keadaan
seperti inilah yang menguntungkan Indonesia. Pertama, api revolusi membara di
seluruh Indonesia. Kedua, hal ini memberi kesempatan kepada Indonesia untuk
mengorganisasi pemerintahnya dan menyusun kekuatan fisiknya. Dan ketiga,
Laksamana Mountbatten menyadari bahwa keadaan yang dilaporkan oleh pihak Belanda
tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Akhirnya, berdasarkan laporan dari
para informan Inggris, Laksamana Mountbatten mengetahui bahwa telah berkobarnya
semangat nasionalisme yang sangat tinggi pemuda-pemuda Indonesia untuk
menegakkan kemerdekaan Indonesia seutuhnya. Selain itu, Mountbatten juga
menyadari bahwa Indonesia dan Belanda sedang bersitegang mengenai permasalahan
itu. Oleh karenanya, Mountbatten menentukan garis kebijakan, yakni tentara
Inggris tidak akan campur tangan dalam perselisihan politik RI dan Belanda
(seperti di tuntut Belanda). Tugas tentara Inggris sebenarnya adalah sebagai
Recovery of Allied Prisoners of War Internees (RAPWI), terbatas pada pembebasan
tahanan-tahanan sekutu, sipil, militer, serta memerintahkan penyerahan tentara
Jepang, melucuti dan mengembalikan mereka ke Jepang . Walaupun begitu,
pemerintah Hindia-Belanda tetap berusaha membantu supaya pihak Belanda dan
Pihak Indonesia mencapai persetujuan Politik. Segera setelah satuan-satuan
tentara Inggris mendarat, Inggris dibawah Jendral Sir Philip Christison
pimpinan AFNEI (Allied Forces In the Nederland East Indies). Dalam menjalankan
tugasnya melucuti tentara Jepang, meminta bantuan para pemimpin Indonesia
sebenarnya dianggap bertentangan dengan instruksi yang diberikan/diperoleh,
yaitu jadinya mengakui Indonesia sebagai negara yang
legal/merdeka. .(Lapian & Drooglever : 1992: 5)
Pada
14 November 1945, sistem presidensial diubah menjadi sistem parlementer.
Sjahrir diangkat sebagai perdana menteri pertama. Tak berapa lama setelah
pengangkatan Sjahrir, Inggris mengajak berunding. Namun sayangnya kabinet
Sjahrir menjawab dengan maklumat, bahwa Indonesia tidak sudi berunding selama
Belanda berpendirian masih berdaulat di Indonesia. Menanggapi reaksi dari
Indonesia, Belanda lalu memblokade Jawa dan Madura. Tapi Sjahrir melakukan
diplomasi cerdik. Meskipun dilanda kekurangan pangan, Sjahrir memberikan
bantuan beras ke India pada Agustus 1946. Tindakan Sjahrir ini membuka mata
dunia. Semula Belanda enggan melakukan kontak dengan pihak Republik karena
paksaan Inggris karena serta opini dunia, Belanda dengan berat hati terpaksa
menghadapi Indonesia di meja perundingan.
Seperti bermain catur, sedikit demi sedikit Sjahrir terus mencoba menekan pemerintah Belanda melalui diplomasi. Ia terus-menerus mengupayakan agar Indonesia dan Belanda duduk di meja perundingan. Kesempatan pertama datang dalam perundingan di Hoge Veluwe, Belanda, 14-16 April 1946. Ketika itu Indonesia mengajukan tiga usul: pengakuan atas Republik Indonesia sebagai pengemban kekuasaan di seluruh bekas Hindia Belanda, pengakuan de facto atas Jawa dan Madura, serta kerja sama atas dasar persamaan derajat antara Indonesia dan Belanda. Usul itu ditolak Belanda. .(Lapian & Drooglever : 1992: 9)
Seperti bermain catur, sedikit demi sedikit Sjahrir terus mencoba menekan pemerintah Belanda melalui diplomasi. Ia terus-menerus mengupayakan agar Indonesia dan Belanda duduk di meja perundingan. Kesempatan pertama datang dalam perundingan di Hoge Veluwe, Belanda, 14-16 April 1946. Ketika itu Indonesia mengajukan tiga usul: pengakuan atas Republik Indonesia sebagai pengemban kekuasaan di seluruh bekas Hindia Belanda, pengakuan de facto atas Jawa dan Madura, serta kerja sama atas dasar persamaan derajat antara Indonesia dan Belanda. Usul itu ditolak Belanda. .(Lapian & Drooglever : 1992: 9)
Peluang
berunding dengan Belanda terbuka lagi ketika Inggris mengangkat Lord Killearn
sebagai utusan istimewa Inggris di Asia Tenggara, sekaligus penengah konflik
Indonesia-Belanda. Konsulat Inggris di Jakarta mengumumkan, selambat-lambatnya
pada 30 November 1946 tentara Inggris akan meninggalkan Indonesia . Kabinet
baru Belanda kemudian mengutus Schermerhorn sebagai Komisi Jenderal untuk
berunding dengan Indonesia. Schermerhorn dibantu tiga anggota: Van Der Poll, De
Boer, dan Letnan Gubernur Jenderal H.J. Van Mook. .(Lapian & Drooglever :
1992: 10)
Perjanjian
Linggarjati didahulukan oleh perundingan di Hoge Voluwe. Negeri Belanda dari
tanggal 14 sampai dengan 24 April 1946 berdasarkan suatu rancangan yang disusun
oleh Sjahrir, perdana menteri dalam Kabinet Sjahrir II. Sebelumnya tanggal
10 Februari 1946, sewaktu Sjahrir menjabat perdana menteri dalam Kabinet Sjahnr
I, Van Mook telah menyampaikan kepada Sjahrir rencana Belanda, yang berisi
pembentukan negara persemakmuran Indonesia, yang terdiri atas kesatuan-kesatuan
yang mempunyai otonomi dari berbagai tingkat negara persemakanuran mejadi
bagian dari Kerajaan Belanda. Bentuk politik ini hanya berlaku untuk waktu
terbatas, setelah itu peserta dalam Kerajaan dapat menentukan apakah
hubungannya akan dilanjutkan berdasarkan kerja sama yang bersifat
sukarela.
Sementara itu pernerintah Inggris mengangkat seorang Diplomat tingkat tinggi. Sir Archibald Clark Kerr (yang kemudian diberi gelar Lord Inverchapel), untuk bertindak sebagai ketua dalam perundingan Indonesia-Belanda. .(Lapian & Drooglever : 1992: 11)
Sementara itu pernerintah Inggris mengangkat seorang Diplomat tingkat tinggi. Sir Archibald Clark Kerr (yang kemudian diberi gelar Lord Inverchapel), untuk bertindak sebagai ketua dalam perundingan Indonesia-Belanda. .(Lapian & Drooglever : 1992: 11)
Segera
setelah terbentuknya Kabinet Sjahrir II, Sjahrir membuat usul-usul tandingan.
Yang penting dalam usul itu ialah bahwa (a) Republik Indonesia diakui sebagai
negara berdaulat yang meliputi dacrah bekas Hindia-Belanda, dan (b) antara negeri
Belanda dan RI dibentuk federasi. Jelaslah bahwa usul ini bertentangan dengan
usul Van Mook. Setelah diadakan perundingan antara Van Mook dan Sjaiuir
dicapai kesepakatan ;
- Rancangan
persetujuan diberikan bentuk sebagai Perjanjian Indonesia Intemasional
dengan "Preambule"
- Pemerintah
Belanda mengakui kekuasaan de facto republik atas Pulau Jawa dan Sumatra
Pada rapat pleno tanggal 30 Maret 1946 Van
Mook menerangkan bahwa rancangannya merupakan usahanya pribadi tanpa diberi
kekuasaan oleh pemerintahanya. Maka diputuskan bahwa Van Mook akan pergi ke
negeri Belanda, dan kabinet rnengirim satu delegasi ke Negeri Belanda yang
terdiri atas Soewandi. Soedarsono dan Pringgodigdo. Perundingan diadakan
tanggal 14-24 April 1946. Pada hari pertama ternyata perundingan sudah mencapai
deadlock, Belanda menganggap dirinya sebagai negara pemegang kedautalatanatas
Indonesia. Perundingan di Hoge Voluxve merupakan kegagalan
akan tetapi pengalaman yang diperoleh dan perundingan Hoge Voluwe
ternyata berguna dalam perianjian Linggarjati. .(Lapian & Drooglever :
1992: 12)
Perundingan
politik dimulai di Jakarta, tempatnya bergantian antara Istana Rijswijk
(sekarang Istana Negara) tempat penginapan anggota Komisi Jenderal dengan
tempat kediaman resmi Sjahrir, jalan Pegangsaan Timur (sekarang Jalan
Proklamasi) 56. Perundingan di tempat kediaman Sjahrir dipimpin oleh
Sehermerhom sdangkan perundingan di Istana Rijswijk dipimpin oleh Sjahrir.
Sebagai dasar perundingan dipakai rancangan persetujuan yang merupakan
kombinasi rancangan Delegasi Belanda. Perundingan di Jakarta diadakan empat
kali dengan yang terakhir tanggal 5 Nopember. Delegasi Republik Indonesia
kemudian menuju ke Yogya untuk memberi laporan kepada Presiden, Wakil Presiden
dan Kabinet dan setelah itu berangkat ke Linggarjati. Lord Killearn datang pada
tanggal 10 nopember dengan menumpang kapal perang inggris HMS “Verayan Bay”.
Beliau diangkat dengan perahu motor ALRI ke Cirebon, diantar dengan mobil
Linggarjati dan ditempatkan di rumah yang terletak dekat rumah penginapan
Sjahrir.Angkatan Laut Belanda telah mempersiapkan Kapal Perang H.M. “banchert”
untuk dipakai sebagai tempat penginapan Delegasi Belanda. Menjelang kedatangan
Delegasi Belanda. “Banckert” telah buang jangkar diluar pelabuhan Cirebon. Pada
tanggal 11 Nopember Delegasi Belanda datang dengan kapal terbang “Catalina” dan
dibawa ke “Banckert”. Seperti apa yang dilakukan satu hari sebelumnya perahu
ALRI datang untuk menjemput Delegasi Belanda Komandan Banckert menolak dan
minta Delegasi diangkat dengan perahu patroli “Banckert”. Hal ini ditolak oleh
Komandan perahu motor ALRI. Akhirnya persoalan ini dipecahkan dengan
diperkenankannya Delegasi Belanda diangkat perahu Patroli “Banckert” tetapi
dikawal oleh perahu motor ALRI. .(Lapian & Drooglever : 1992: 17)
Insiden
di atas menggambarkan kesulitan-kesulitan vang dihadapi oleh pejabat-pejabat
Indonesia. Keterbatasan dihampir semua bidang seperti kendaraan, alat
komunikasi, perumahan mengakibatkan hampir mustahil bagi Gubernur Jawa Barat,
Residen Cirebon, Bupati Kuningan. Bupati Cirebon, dan Komandan Militer Daerah
menjalankan tugasnya menjaga keamanan para pejabat tinggi Indonesia dan asing.
Kenyauan bahwa selama penzndingan tidak terjadi insiden patut dikagumi dan
dipuji Tentu saja disiplin rakyat dan pengertiarung-a tentang pentingnya
perundingan sangat membantu para pejabat dalam menjalarkan tugasnya. .(Lapian
& Drooglever : 1992: 18)
1.Perundingan
Pertama
Karena
insiden Banckert" seperti diuraikan diatas, Delegasi Belanda baru sampai
di Linggarjati pukul 11:00 dan karena harus kembali ke "Banckert" jam
setengah lima sore, maka perundingan hari itru hanya singkat saja, yakni tiga
setengah jam. Schemerhom memutuskan tinggal di Linggarjati karena berpendapat
akan .menimbulkan kesan kurang baik pada kalangan Indonesia jika la kembali ke
"Banckert", Kecuali itu ia berpendapat bahiva ia harus memenuhi
undangan Presiden untuk makan malam. ia dapat bertukar pikiran dengan Presiden
dan menikmati pertunjukan kesenian angklung. (Lapian & Drooglever : 1992:
18)
2.Perundingan
Kedua
Sementara
itu, Delegasi Indonesia pagi-pagi berkumpul ditempat kediaman Sjahrir untuk
mempersiapkan perundingan hari itu Pasal-pasal rancangan persetujuan dibahas
dan direncanakan alasan- alasan vang akan diusulkan. Perundingan hari itu
berjalan sangat alot dan berlangsung hampir 9 jam. Dua soal tidak dapat dicapai
kesepakatan, yakni soal Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dan soal
kedaulatan Negara Indonesia Serikat. Dalam soal pertama terutama Sjahrir,
mendesak supaya Belanda menerima usul bahwa Republik Indonesia mempunyai
wakil-wakilnya sendiri diluar negeri. Ia berusaha meyakinkan pihak Belanda
bahwa perwakilan ini terkait pada diakuinya Republik defacto, yang sudah di
setujui oleh pihak Belanda. Pihak Belanda sangat keras menolak tuntutan dengan
alasan bahwa dengarn demikian Republik dan Belanda dalam hubungan Internasional
akan sama derajattnya. Mengenai soal kedua juga tidak ada kesepakatan. Delegasi
Indonesia menuntut agar Indonesia Serikat menjadi negara berdaulat, bukan
negara merdeka, seperti dinyatakan dalam rancangan perjanjian yang di pakai
sebagai dasar perundingan. Malam itu undangan Presiden, Delegasi Belanda
berkunjung ke rumah Presiden di
Kuningan. Sjahrir tidak hadir karena sangat lelah dan karena mengira kunjungan
Belanda hanya merupakan kunjungan kehormatan. Atas pertanyaan Persiden
jalannya perundingan, Van Mook menjelaskan bahwa tercapainya kesepakatan
mengenai satu soal saja yakni usul Delegasi Indonesia untuk mengubah kata
"Merdeka" dibelakang kata "berdaulat" artinya, yang
diusulkan oleh Delegasi Indonesia adalah agar NIS akan menjadi negara
berdaulat. Lebih lanjut ia menerangkan bahwa selama perundingan Delegasi
Belanda berkeberatan atas perubahan itu, tetapi setelah dibicarakan antara
mereka sendiri, mereka akhimya dapat menyetujui asul pihak Indonesia.(Lapian
& Drooglever : 1992: 19)
Van
Mook tidak mengutarakan bahwa masih ada soal lain yang belum di pecahkan, yakni
perwakilan Republik Indonesia diluar negeri. Tetapi la kemudian segera
menanyakan kepada Presiden apakah dengan diterimanya oleh pihak Belanda
perubahan "mereka" menjadi "Berdaulat" Presiden dapat
menyetujui Rancangan Perjanjian seluruhnya. Atas pernyataan itu Presiden
menjawab dengan nada antusias bahwa la dapat menyetujuinya. Pertemuan tersebut
kemudian berakhir. A.K.Gani dan Amir Sjarifuddin segera melaporkan kepada
Sjahrir sangat menyesalkan bahwa Presiden sudah menyetujui Rancangan Perjanjian
Linggarjati, padahal soal perwakilan Republik di luar negeri belum diputuskan.
Tetapi Sjahrir tunduk pada keputusan Presiden. Maka waktu Schemerhorn datang
dan mengusulkan untuk diadakan rapat pleno dan diketuai Killearn, Sjahrir pun
menyetujuinya. Rapat pleno diadakan pukul 10.30 malarn dengan Killearn sebagai
ketua rapat yang menyatakan kegembiraannya atas tercapainya kesepakatan kedua
Delegasi.(Lapian & Drooglever : 1992: 9)
Hari
berikutnya tanggal 13 Nopember, diadakan rapat antara kedua Delegasi.
Sebelumnya Sjahrir telah bertemu dengan Presiden Soekarno yang tampak santai.
Ia hanya mengusulkan agar dimasukan dalam rancangan perjanjian satu pasal yakni
pasal mengenao arbitrase yang diterima oleh Schermerhom. Dengan dimasukannya
pasal arbitrase terbukti pada dunia luar bahwa Republik Indonesia dan Negara
Belanda sederajat. Komisi Jenderal kemudian berangkat ke Jakarta. Pagi
tanggal 15 Nopember diadakan rapat antara kedua delegasi di Istana Rijswijk. Walaupun begitu,
Perundingan Linggarjati berlangsung juga pada tanggal 15 November 1946. Dalam
perundingan tersebut, Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, sedangkan Belanda
diwakili oleh Prof. Schermerhorn. Sebagai penengah adalah Lord Killearn dari
Inggris.(Lapian
& Drooglever : 1992: 20)
Gambar
1. Perundingan linggarjati Gambar
2. Tercapainya kesepakatan
2.2
Hasil
dari perundingan Linggarjati
Berikut hasil lengkap perundingan Linggarjati
yang di kutif dari buku persetujuan Linggarjati ( Prolog dan Epilog karya
Dr.Mr.Ide Anak Agung Gede Agung hal. 152-176)
PERSETUJUAN LINGGARJATI 25 MARET 1947
Pemerintah Belanda Dalam hal ini berwakilkan Komisi Jenderal Dan Pemerintah Republik Indonesia Dalam hal ini berwakilkan Delegasi Indonesia
Pemerintah Belanda Dalam hal ini berwakilkan Komisi Jenderal Dan Pemerintah Republik Indonesia Dalam hal ini berwakilkan Delegasi Indonesia
Oleh karena mengandung keinginan yang ikhlas
hendak menetapkan perhubungan yang baik antar kedua bangsa, Belanda dan
Indonesia, dengan mengadakan cara bentuk bangun yang baru, bagi kerjasama
dengan sukarela, yang merupakan jaminan sebaik-baiknya bagi kemaj uan yang
bagus, serta dengan kokoh teguhnya daripada kedua negeri itu, di dalam masa
datang dan yang membukakan jalan kedua bangsa itu untuk mendasarkan perhubungan
antara kedua belah pihak atas dasar-dasar yang benar, menetapkan mufakat
seperti berikut dengan ketentuan akan menganjurkan persetujuan ini
selekas¬lekasnya untuk memperoleh kebenaran dari pada majelis-majelis
perwakilan rakyat masing-masing.
Pasal
1
Pemerintah
Belanda mengakui kenyataan kekuasaan De-facto. Pemerintah Republik Indonesia
atas Jawa, Madura dan Sumatera. Adapun daerah-daerah yang diduduki oleh tentara
Serikat atau tentara Belanda dengan berangsur-angsur dan dengan kerjasama
antara kedua beiahpihak akan dimasukan pula kedataxn daerah Republik Indonesia
untuk menyelenggarakan yang demikian itu,maka dengan segera akan dimulai
melakukan tindakan yang perlu, supaya larnbatnya pada waktu yang disebutkan
dalarn pasal 12, termaksudnya daerah-daerab yang tersebut itu telah selesai.
Pasal
2
Pemerintah
Belanda dan Pernerintah Republik Indonesia bersama¬sama menyelenggarakan segera
berdirinya sebuah negara berdaulat dan berdemokratis, yang berdasarkan
perserikatan dan dinamakan Negara Indonesia Serikat.
Pasal 3
Pemerintah
Indonesia Serikat itu akan meliputi daerah Hindia¬Belanda seluruhnya dengan
ketentuan, bahwa jika kaum penduduk dari pada suatu bagian daerah setelah
dimusyawarahkan dengan lain- lain bagian daerahpun juga, menyatakan menurut
aturan Demokratis tidak atau masih belum suka masuk ke dalam perserikatan
Negara Indonesia Serikat itu, maka untuk bagian dengan itulah diwujudkan
semacam kedudukan istimewa terhadap Negara Indonesia Serikat itu dan terhadap
kerajaan Belanda.
Pasal
4
1. Adapun
negara-negara yang kelak merupakan Negazu Indonesia Serikat itu, ialah Republik
Indonesia, Borneo dan Timur Besar, yaitu dengan tidak mengurangi hak kaum
penduduk dari pada sesuatu bagian daerah, untuk menyatakan kehendaknya, menurut
aturan Demokratis supaya kedudukannya dan Negara Indonesia Serikat itu diatur
dengan cara lain.
2. Dengan
tidak menyalahi ketentuan di dalam pasal 3 tadi dan di dalam ayat (1) pasal
ini, Negara Indonesia Serikat boleh mengadakan aturan istimewa tentang daerah
ibu negerinya.
Pasal 5
Pasal 5
1. Undang-undang
Dasar daripada Negara Indonesia Serikat itu ditetapkan nanti oleh sebuah
persidangan pembentuk Negara, yang akan didirikan dari pada wakil-wakil
Republik Indonesia dan wakil-wakil sekutu lain yang akan termasuk kelak dalam
Negara Indonesia Serikat itu, yang wakil-wakil itu ditujukan dengan jalan
Demokratis serta dengan mengingat ketentuan ayat yang berikut dalam pasal itu.
2. Kedua
belah pihak akan bermusyawarah tentang cara turut campurnya dalam persidangan
Pembentukan Negara itu oleh Republik Indonesia, oleh daerah-daerah yang
termasuk dalam daerah kekuasaan Republik itu dan oleh golongan penduduk yang
tidak cukup Perwakilannya segala itu dengan mengingat tanggung jawab dari pada
Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia masing-masing.
Pasal
6
1. Pemerintah
Republik Indonesia dan Pemerintah Belanda, untuk membela peliharakan
kepentingan-kepentingan bersama dari pada Negara Belanda dan Indonesia akan
bekerja sama untuk membentuk persekutuan Belanda-Indonesia,yang terbentuknya
itu kerajaan Belanda, yang meliputi Negeri Belanda, Hindia-Belanda, Suriname
dan Curocua ditukar sifatnya menjadi persekutuan itu yang Negara Belanda,
Suriname dan Curacoa satu dengan pihak lainnya dari pada negara Indonesia
Serikat.
2. Yang
tersebut di atas tidaklah mengurangi kemungkinan untuk mengadakan pula aturan
kelak kemudian berkenaan dengan kedudukan antara Negeri Belanda dengan Curacoa
satu dengan lainnya.
Pasal
7
1. Untuk
membela peliharakan kepentingan yang tersebut di dalam pasal ini, persekutuan
Belaa.da Indonesia itu akan mempunyai alat-alat kelengkapan sendiri.
2. Alat-alat
kelengkapan Pemerintahan itu akan disusun oleh pemerintah Kerajaan dan
Indonesia Serikat mungkin juga oleh majelis-majelis perwakilan rakyat
Negara-negara itu.
3. Adapun
yang akan dianggap kepentingan-kepentingan bersama itu ialah kerjasama daiam
hat perhubungan luar Negeri pertahanan dan seberapa perlu keuangan serta juga
hal-hal ekonomi dan kebudayaan.
Pasal
8
Dipucuk persekutuan Belanda-Indonesia itu
duduklah Belanda Keputusan-keputusan bagi mengusahakan kepentingan-kepentingan
bersama itu ditetapkan oleh alat-alat kelengkapan persekutuan itu atas nama
Baginda Raja.
Pasal
9
Untuk
membela dipeliharakan kepentingan-kepentingan Negara Indonesia Serikat di
negara Belanda, dan kepentingan-kepentingan Kerajaan Belanda dl Indonesia, maka
Pemerintah masing-masing kelak mengangkat komisaris luhur.
Pasal
10
Anggar-anggar persekutuan Belanda-Indonesia
itu antara lain-lain akan mengandung juga ketentuan-ketentuan tentang :
a) Pertanggungan
hak-hak kedua belah pihak yang satu terhadap yang lain dan jaminan jaminan
kepastian kedua belah pihak menetapi kewajiban-kewajiban yang satu kepada yang
lain.
b) Hak
kewarganegaraan untuk Warga Negara Belanda dan Warga Negara Indonesia
masing-masing di daerah lainnya.
c) Aturan
cara bagaimaaa menyelesaikannya apabila dalam alat¬alat kelengkapan persekutuan
itu tidak dicapai semupakat.
d) Aturan
cara bagaimana dan dengan syarat-syarat apa alat-alat kelengkapan Kerajaan
Belanda memberi bantuan kepada Negara Indonesia Serikat, untuk selama masa
Indonesia Serikat itu tidak atau kurang cukup mempunyai alat-alat kelengkapan
sendiri.
Pasal
11
1. Anggar-anggar
itu akan direncanakan kelak oleh suatu permusyawarahan antara wakil-wakil
Kerajaan Belanda dan Negara Indonesia Serikat yang hendak di bentuk itu.
2. Anggar-anggar
itu terus berlaku setelah dibenarkan oleh majelis-¬majelis Perwakilan Rakyat
kedua belah pihak masing-masingnya.
Pasal
12
Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik
Indonesia akan mengusahakan supaya terwujudnya negara Indonesia Serikat dan
Persekutuan Belanda-Indonesia telah selesai sebeluni 1Januari 1949
.
Pasal
13
Pemerintah Belanda dengan segera akan
melakukan tindakan¬tindakan agar supaya, setelah terbentuknva persekutuan
Belanda - Indonesia itu, didapatkan Negara Indonesia Serikat diterima menjadi
anggota di dalam Persekutuan Bangsa-bangsa.
Pasal
14
Pemerintah
Republik Indonesia mengaku hak-hak orang-orang bukan, bangsa Indonesia akan
menuntut dipulihkan hak-hak mereka yang dilakukan dan dikembalikan
barang-barang milik mereka, yang lagi berada di dalam daerah kekuasaannya
Defacto. Sebuah panitia bersama akan dibentuk untuk menyelenggarakan pemulihan
atau pengambilan itu.
Pasal
15
Untuk mengubah sifat Hindia, sehingga
susunannya dan cara kerjanya
seboleh-bolehnya sesuai dengan pengakuan Republik Indonesia dan
dengan bentuk susunan menurut hukum negara, yang direkakan itu, maka
Pemerintah Belanda akan mengusahakan supaya dengan segera dilakukan aturan-aturan undang-undang. Akan supaya sementara menantikan berwujudnya Negara Indonesia Serikat dan Persekutuan Belanda-Indonesia itu. Kedudukan kerajaan Belanda dalam Hukum Negara dan Hukum Bangsa-bangsa disesuaikan dengan keadaan itu.
seboleh-bolehnya sesuai dengan pengakuan Republik Indonesia dan
dengan bentuk susunan menurut hukum negara, yang direkakan itu, maka
Pemerintah Belanda akan mengusahakan supaya dengan segera dilakukan aturan-aturan undang-undang. Akan supaya sementara menantikan berwujudnya Negara Indonesia Serikat dan Persekutuan Belanda-Indonesia itu. Kedudukan kerajaan Belanda dalam Hukum Negara dan Hukum Bangsa-bangsa disesuaikan dengan keadaan itu.
Pasal
16
Dengan segera setelah persetujuan ini menjadi
maka kedua belah pihak melakukan pengurangan kekuatan angkatan balatentaranya,
masing-masing kedua belah pihak akan bermusyawarah tentang sampai seberapa dan
lambat cepatnya melakukan perundingan itu demikian juga tentang kerja sama
dalam hat ketentuan.
Pasal
17
1. Untuk
kedamaian bersama yang dimaksudkan dalam
Persetujuan ini Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia, hendak
diwujudkan sebuah badan yang terdiri dari pada delegasi-delegasi yang
ditunjukan oleh tiap-tiap pemerintah itu masing-masing dengan sebuah
sekretariat bersama.
2. Pemerintah
Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia bilamana ada tumbuh perselisihan
berhubungan dengan persetujuan ini, yang tidak dapat diselesaikan dengan
perundingan antara dua delegasi yang tersebut itu, akan menyerahkan keputusan
kepada Arbitrage. Dalam hal itu persidangan delegasi-delegasi itu akan ditambah
dengan ketua bangsa lain dengan secara memutuskan yang diangkat dengan
semupakat antara kedua belah pihak delegasi itu, atau jika tidak berhasil
semupakat itu, diangkat oleh ketua Dewan Pengadilan Intemasional.
PASAL
PENUTUP
Persetujuan ini dikarangkan dalam bahasa
Belanda dan Bahasa Indonesia kedua naskah itu sama ketentuannya.
ISI
POKOK PERSETUJUAN LINGGARJATI
- Belanda
mengakui secara de fakto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang
meliputi Sumatra, Jawa, Madura.
- Republik
Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk negara Indonesia
Serikat, yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
- Republik
Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan
Ratu Belanda selaku ketuanya.
Wilayah RIS dalam kesepakatan tersebut
mencakup daerah bekas Hindia Belanda yang terdiri atas: Republik Indonesia,
Kalimantan, dan Timur Besar. Persetujuan tersebut dilaksanakan pada 15 November
1946 dan baru memperoleh ratifikasi dari Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
pada tanggal 25 Februari 1947 yang ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 di
Istana Negara, Jakarta. Hasil Perjanjian Linggarjati memiliki kelemahan dan
keuntungan bagi Indonesia. Kelemahannya, bila ditinjau dari segi wilayah
kekuasaan, daerah RI menjadi sempit. Tetapi bila ditinjau dari segi
keuntungannya, kedudukan Indonesia di mata internasional semakin kuat karena
banyak negara seperti Inggris, Amerika, dan negara-negara Arab mengakui
kedaulatan negara RI. Hal ini tidak terlepas dari peran politik diplomasi
Indonesia yang dilakukan oleh Sutan Syahrir, H. Agus Salim, Sujatmoko, dan Dr.
Sumitro Joyohadikusumo dalam sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). (A.A Gede
agung : 1995 : 177)
Pro
dan Kontra di kalangan masyarakat Indonesia Perjanjian Linggarjati menimbulkan
pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia, contohnya beberapa partai
seperti Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia, dan Partai Rakyat Jelata.
Partai-partai tersebut menyatakan bahwa perjanjian itu adalah bukti lemahnya pemerintahan
Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara Indonesia. Untuk menyelesaikan
permasalahan ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6/1946, dimana
bertujuan menambah anggota Komite Nasional Indonesia Pusat agar pemerintah
mendapat suara untuk mendukung perundingan linggarjati. Pelaksanaan hasil
perundingan ini tidak berjalan mulus. Pada tanggal 20 Juli 1947, Gubernur
Jendral H.J. van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi
dengan perjanjian ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslah Agresi Militer
Belanda I. Hal ini merupakan akibat dari perbedaan penafsiran antara Indonesia
dan Belanda.
2.3 Peranan
tokoh-tokoh Indonesia di balik layar prjanjian Linggarjati
- SJAHRIR
Di pemerintahan, sebagai ketua Badan Pekerja
Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP), ia menjadi arsitek perubahan Kabinet
Presidensil menjadi Kabinet Parlementer yang bertanggung jawab kepada KNIP
sebagai lembaga yang punya fungsi legislatif. RI pun menganut sistem
multipartai. Tatanan pemerintahan tersebut sesuai dengan arus politik
pasca-Perang Dunia II, yakni kemenangan demokrasi atas fasisme. Kepada massa
rakyat, Syahrir selalu menyerukan nilai-nilai kemanusiaan dan anti-kekerasan.
Dengan siasat-siasat tadi, Syahrir menunjukkan kepada dunia internasional bahwa
revolusi Republik Indonesia adalah perjuangan suatu bangsa yang beradab dan
demokratis di tengah suasana kebangkitan bangsa-bangsa melepaskan diri dari
cengkeraman kolonialisme pasca-Perang Dunia II. Pihak Belanda kerap melakukan
propaganda bahwa orang-orang di Indonesia merupakan gerombolan yang brutal,
suka membunuh, merampok, menculik, dll. Karena itu sah bagi Belanda, melalui
NICA, menegakkan tertib sosial sebagaimana kondisi Hindia Belanda sebelum
Perang Dunia II. Mematahkan propaganda itu, Syahrir menginisiasi
penyelenggaraan pameran kesenian yang kemudian diliput dan dipublikasikan oleh
para wartawan luar negeri.
Selain mematahkan propaganda dengan
menginisiasi penyelenggaraan kesenian, Sutan Syahrir juga melakukan diplomasi
beras yang aktif di mulai sejak April 1946. Walaupun pada saat itu keadaan
Indonesia masih sangat papa, Syahrir tetap bersikukuh untuk mengirimkan 500.000
ton beras ke India yang sedang dilanda bencana kelaparan. Sebagai gantinya
beras tersebut ditukar dengan obat-obatan dan tekstil. Jawaharlal Nehru, yang
terpukau oleh uluran tangan Sjahrir, lantas mengadakan Asians Relations
Conference di New Delhi dan mengundang Sjahrir. Diplomasi ini ternyata membawa
dampak positif bagi Indonesia. Selain mendapatkan “kawan”, Indonesia dinilai
semakin eksis dalam pergaulan Internasional.
- Peranan
Mr. Soesanto Tirtoprodjo
Mr. Soesanto Tirtoprodjo (Solo, Jawa Tengah,
1900 - 1969) adalah negarawan Indonesia yang pernah duduk sebagai Menteri
Kehakiman dalam enam kabinet yang berbeda, mulai Kabinet Sjahrir III sampai
Kabinet Hatta II. Sebagai orang yang duduk dalam sebuah cabinet pemerintahan
tentunya Mr. Soesanto Tirtoprodjo, memiliki kewajiban dan kewenangan dalam
mengikuti perjanjian Linggarjati, karena selain sebagai Mentri kehakiman dalam
kabiner narsi ia juga terkenal sebagai tokh pergerakan nasional. Sebagai tokoh
pergerakan Nasional Mr. Soesanto Tirtoprodjo bergabung Partai Indonesia Raya di
Surabaya dan turut terlibat sebagai pengurus partai. Setelah merdeka, Soesanto
berkecimpung dalam pemerintahan sebagai Bupati Ponorogo dan residen Madiun
(1945-1946) serta Menteri Kehakiman (1946-1950).
Pada saat di tandatanganinya isi
perjanjian Linggarjati pada tanggal 25 Maret 1947 di Istana Rijswijk, sekarang
Istana Merdeka, Jakarta. Dimana perjanjian Linggajati ini dari pihak RI
ditandatangani oleh Sutan Sjahrir, Mr.Moh.Roem, Mr.Soesanto Tirtoprodjo, dan
A.K.Gani, sedangkan dari pihak Belanda ditandatangani oleh Prof.Schermerhorn,
Dr.van Mook, dan van Poll. Dalam isi perjanjian itu tercantum bahwa secara de
pacto Belanda mnegakui Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang
meliputi Sumatra, Jawa, dan Madura. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja
sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama RIS, yang salah satu
negara bagiannya adalah Republik Indonesia. Republik Indonesia Serikat dan
Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda selaku
ketuanya.
Dengan demikin Mr. Soesanto Tirtoprodjo yang saat itu menjabat sebagai mentri kehakiman, merupakan salah satu orang yang berperan dalam perjanjian Linggarjati, selain orang yang mengikuti (delegasi Indonesia) ia juga termasuk salah satu orang yang ikut menandatanganni isi perjanjian Linggarjati, walaupun memang pada saat itu tidak semua cabinet menyetujui isi perjanjian dengan berbagai alasan. Dengan ikut menandatanganni isi perjanjian berarti Mr. Soesanto Tirtoprodjo merupakan orang yang bertanggung jawab dalam tugasnya. Sebagai orang yang bertanggung jawab tentunya, ia tidak akan melepaskan begitu saja apa yang terlah dilakukannya, termasuk dalam perjanjian Linggarjati, Mr. Soesanto Tirtoprodjo tetap menandatanganinya walaupun dalam tekanan orang lain yang tidak mau menerima hasil perjanjian Linggarjati.
Dengan demikin Mr. Soesanto Tirtoprodjo yang saat itu menjabat sebagai mentri kehakiman, merupakan salah satu orang yang berperan dalam perjanjian Linggarjati, selain orang yang mengikuti (delegasi Indonesia) ia juga termasuk salah satu orang yang ikut menandatanganni isi perjanjian Linggarjati, walaupun memang pada saat itu tidak semua cabinet menyetujui isi perjanjian dengan berbagai alasan. Dengan ikut menandatanganni isi perjanjian berarti Mr. Soesanto Tirtoprodjo merupakan orang yang bertanggung jawab dalam tugasnya. Sebagai orang yang bertanggung jawab tentunya, ia tidak akan melepaskan begitu saja apa yang terlah dilakukannya, termasuk dalam perjanjian Linggarjati, Mr. Soesanto Tirtoprodjo tetap menandatanganinya walaupun dalam tekanan orang lain yang tidak mau menerima hasil perjanjian Linggarjati.
3.
Peranan A. K. Gani
A.K. Gani, seorang yang di lahirkan di
Sumatra Barat merupakan tokoh kemerdekaan Indonesia karena beliau merupakan
bagian dari susunan kabinet Syahril, yang mana A. K. Gani pada saat itu
menjabat sebagai anggota konstituante dan sekaligus delegasi Indonesia dalam
perundingan Lingarjati yang dilaksanakan di Kuningan Jawa Barat. Sebagai
delegasi tentunya ia akan memberikan sumbangan pemikiran dalam isi perundingan
yang disepakati kedua belah pihak baik oleh Delegasi Indoneisia maupun delegasi
Belanda. Pada saat di tandatanganinya isi perjanjian dilakukan di Jakarta, A.
K. Gani yang merupakan salah satu delegasi Indonesia dari empat tokoh yang
hadir dalam perundingan maka beliau juga ikut menandatanganinya, sebagai bentuk
tanggung jawab terhadap kesepakatan yang tellah dibuatnya sekalipun di dalam tubuh
Indonesia sendiri ada perpecahan, ada yang setuju dan ada yang tidak dengan
berbagai alasan yang diberikan masing-masing.
2.4
Latar belakang dan proses terjadinya Agresi Militer Belanda 1
Perbedaan pendapat dan penafsiran yang semakin
memuncak mengenai ketentuan-ketentuan persetujuan Linggarjati. Pihak
Belanda beranggapan bahwa Republik Indonesia berkedudukan sebagai Negara
persemakmurannya. Sementara itu pihak Republik Indonesia beranggapan bahwa
dirinya adalah sebuah Negara merdeka yang berdaulat penuh.
Belanda berpendapat bahwa
kedaulatan RI berada di bawah Belanda sehingga RI tidak boleh melakukan
hubungan diplomasi dengan negara lain. Belanda secara terang-terangan
melanggar gencatan senjata. Tanggal 27 Mei 1947 Belanda
menyampaikan nota/ ultimatum kepada Pemerintah RI yang harus dijawab dalam
waktu 14 hari (2 minggu). Belanda mengalami keadaan
ekonomi yang semakin sulit dan buruk. (Ricklefs : 1995 : 338 )
Pada
tanggal 27 Mei 1947, Belanda mengirirnkan Nota Ultimatum, yang harus
dijawab dalam 14 hari, yang berisi:
- Membentuk
pemerintahan bersama;
- Mengeluarkan
uang bersama dan mendirikan lembaga bersama;
- Republik
Indonesia harus mengirimkan beras untuk rakyat di daerah-daerah yang
diduduki Belanda;
- Menyelenggarakan
keamanan dan ketertiban bersama. termasuk daerah daerah Republik yang
memerlukan bantuan Belanda (gendarmerie bersama): dan
- Menyelenggarakan
penilikan bersama atas impor dan ekspor
Pada
tanggal 15 Juli 1947, van Mook mengeluarkan ultimatum supaya RI menarik mundur
pasukan sejauh 10 km. dari garis demarkasi. Tentu pimpinan RI menolak
permintaan Belanda ini. Tujuan utama agresi Belanda adalah merebut daerah-daerah
perkebunan yang kaya dan daerah yang memiliki sumber daya alam, terutama
minyak. Namun sebagai kedok untuk dunia internasional, Belanda menamakan agresi
militer ini sebagai Aksi Polisionil, dan menyatakan tindakan ini sebagai urusan
dalam negeri. Letnan Gubernur Jenderal Belanda, Dr. H.J. van Mook menyampaikan
pidato radio di mana dia menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan
Persetujuan Linggajati. Pada saat itu jumlah tentara Belanda telah mencapai
lebih dari 100.000 orang, dengan persenjataan yang modern, termasuk
persenjataan berat yang dihibahkan oleh tentara Inggris dan tentara Australia. (Ricklefs : 1995 : 339 )
Konferensi
pers pada malam 20 Juli di istana, di mana Gubernur Jenderal HJ Van Mook
mengumumkan pada wartawan tentang dimulainya Aksi Polisionil Belanda pertama.
Serangan di beberapa daerah, seperti di Jawa Timur, bahkan telah dilancarkan
tentara Belanda sejak tanggal 21 Juli malam, sehingga dalam bukunya, J. A. Moor
menulis agresi militer Belanda I dimulai tanggal 20 Juli 1947. Belanda berhasil
menerobos ke daerah-daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia di Sumatera,
Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Fokus serangan tentara Belanda di tiga tempat, yaitu
Sumatera Timur, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Sumatera Timur, sasaran mereka
adalah daerah perkebunan tembakau, di Jawa Tengah mereka menguasai seluruh
pantai utara, dan di Jawa Timur, sasaran utamanya adalah wilayah di mana
terdapat perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula. (Ricklefs : 1995 : 339 )
Pada agresi militer pertama ini, Belanda juga mengerahkan
kedua pasukan khusus, yaitu Korps Speciale Troepen (KST) di
bawah Westerling yang kini berpangkat Kapten, dan Pasukan Para I (1e para
compagnie) di bawah Kapten C. Sisselaar. Pasukan KST (pengembangan dari
DST) yang sejak kembali dari Pembantaian Westerling
,pembantaian di Sulawesi Selatan
belum pernah beraksi lagi, kini ditugaskan tidak hanya di Jawa, melainkan
dikirim juga ke Sumatera Barat. Agresi tentara Belanda berhasil merebut daerah-daerah di
wilayah Republik Indonesia yang sangat penting dan kaya seperti kota pelabuhan,
perkebunan dan pertambangan. Pada 29 Juli 1947, pesawat Dakota Republik dengan simbol
Palang Merah di badan pesawat yang membawa obat-obatan dari Singapura,
sumbangan Palang Merah Malaya ditembak jatuh oleh Belanda dan mengakibatkan
tewasnya Komodor Muda Udara Mas Agustinus Adisucipto|Agustinus Adisutjipto,
Komodor Muda Udara dr. Abdulrahman Saleh dan Perwira Muda Udara I Adisumarmo
Wiryokusumo. (Ricklefs : 1995 : 340 )
Gambar
3. Pasukan belanda gambar
4. Agresi militer 1
Hasil yang dicapai sebagai aksi
tersebut.
- Dalam
waktu singkat Belanda mampu menerobos garis pertahanan TNI.
- Kekuatan
TNI dengan organisasi dan peralatan yang sederhana tidak mampu menahan
pukulan musuh yang serba modern. Bukan berarti kekuatan TNI bisa
dihancurkan sebab Tni masih terus dapat bertahan denagn perlawanan
gerilyanya di desa-desa.
- Ibu
kota RI berhasil dikuasai.
- Pelabuhan-pelabuhan
penting berhasil dikuasai sehingga hubungan keluar sangat sulit.
- Mengusai daerah penghasil
beras dan melakukan blokade.
Agresi terbuka Belanda pada tanggal 21 Juli
1947 menimbulkan reaksi yang hebat dari dunia. Pada tangggal 30 juli 1947
pemerintah India dan Austtralia mengajukan permintaan resmi agar masalah
Indonesia segera dimasukan dalam daftar acara dewan keamanan. Permintaan itu
diterima baik dan pada tanggl 31 Juli dimasukan sebagai acara pembicaraan dewan
keamanan. Tanggal 1 Agustus 1947 dewan Keamanan memerintahkan penghentian
permusuhan kedua belah pihak, yang dimulai pada tanggal 4 Agustus 1947.
Sementara itu untuk mengawasi gencatan senjata dibentuk komisi konsuler, yang
anggota-anggotanya terdiri daripada konsul jenderal yang ada di Indonesia.
Komisis konsuler diketuai oleh Amerika Dr. Walter Foote dan beranggotakan
konsul Jenderal Cina, konsul jenderal Belgia, Konsul Jenderal Perancis, konsul
Jenderal Inggris, dan Konsul Jenderal Perancis. Dalam laporanya kepada dewan
keamanan, komisi konsuler menyatakan bahwa sejak tanggal 30 Juli samapai 4
Agustus pasukan Belanda masih mengadakan gerakan militer. Pemerintah
Indonesia menolak garis demarkasi yang dituntut oleh pihak Belanda berdasarkan kemajuan-kemajuan
pasukanya setelah perintah gencatan senjata. Perintah penghentian tembak
menembak tidak memuaskan. Belum ada tindakan yang praktis untuk meneyelesaikan
masalah penghentian tembak-menembak untuk mengurangi jumlah korban yang jatuh. (Ricklefs : 1995 : 340 )
Dewan
keamanan yang memperdebatkan masalah Indonesia akhirnya menyetujui usul Amerika
Serikat, bahwa ubtuk mengawasi penghentian permusuhan ini harus dibentuk sebuah
komisi-komisi jasa baik. Indonesia dan belanda dipersilahkan masing-masing memilih
satu negara yang dipercaya untuk mengawasi tembak menembak. Dua negara yang
terpilih oleh Indonesia dan Belanda dipersilahkan memilih satu negara untuk
ikut serta sebagai anggota komisi. Pemerintah Indonesia meminta Australia
menjadi anggota komisi, Belanda memilih Belgia dan kedua negara memilih Amerika
serikat untuk menjadi anggota ketiga dari Komisi. Dalam masalah militer, KTN
mengambil inisiatif tetapi dalam masalah politik KTN hanya memberikan saran dan
usul, tidak mempunyai hak untuk memutuskan persoalan politik. KTN memulai
bekerja di Indonesia pada bulan Oktober 1947. setelah KTN mengadakan
pembicaraan dengan kedua pemerintah, akhirnya disepakati untuk kembali ke meja
perundingan. Belanda mengajukan Jakarta sebagai tempat berunding, tetapi ditolak
oleh pihak republik . Republik menganggap bahwa di Jakrta tidak ada kebebasan
untuk menyatakan pendapat dan tidak ada jawatan RI yang aktif, akibat aksi
militer. Republik menginginkan perundingan diselenggarakan pada suatu tempat
diluar pendudukan Belanda. KTN mengambil jalan tengah dan mengususlkan agar
kedua belah pihak menerima tempat perundingan di atas sebuah kapal Amerika
serikat yang disediakan atas perantara KTN yang nantinya menjadi
perundinganRrenvill. (Ricklefs : 1995 : 341 )
BAB
III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Perundingan
Linggarjati atau kadang juga disebut Perundingan Linggajati adalah
suatu perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat yang
menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Linggarjati adalah kota kecil yang
berda disekitar 21 km sebelah barat Cirebon. Perundingan Linggarjati
dilaksanakan pada tanggal 10-15 November 1946. dalam perundingan Linggarjati
delegasi Indonesia dipimpin perdana Menteri Sutan Syahrir, sedangkan delegasi
Belanda diwakili oleh Prof. S. Schemerhorn dan Dr. H,J. Van. Mook. Penengah dan
pemimpin perundingan dari pihak Inggris, yaitu Lord Killeam. Hasil perundingan
diumumkan pada tanggal 15 November 1946 dan telah tersusun sebagai naskah
persetujuan yang terdiri atas 17 pasal, antara lain berisi sebagai berikut:
- Belanda mengakui secara de facto
Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa
dan Madura. Belanda harus meninggalkan wilayah de facto paling lambat 1
Januari 1949.
- Republik Indonesia dan Belanda akan
bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama
Republik Indonesia Serikat, yang salah satu bagiannya adalah Republik
Indonesia
- Republik Indonesia Serikat dan
Belanda akan membentuk Uni Indonesia - Belanda dengan Ratu Belanda sebagai
ketuanya.
.
Dalam
perjanjian Linggajati ini pihak RI ditandatangani oleh Sutan Sjahrir,
Mr.Moh.Roem, Mr.Soesanto Tirtoprodjo, dan A.K.Gani, sedangkan dari pihak
Belanda ditandatangani oleh Prof.Schermerhorn, Dr.van Mook, dan van Poll. Hasil
perundingan Linggarjati menimulkan berbagai pendapat pro dan kontra di kalngan
partai politik di Indonesia. Perundingan Linggarjati merugikan pihak Reopublik
Indonesia krena wilayahnya semakin sempit, yaitu hanya meliputi Jawa, Madura
dan Sumatera. Pada tanggal 20 Juli 1947, Gubernur Jendral H.J. van Mook
akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian ini, dan
pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslah Agresi Militer Belanda I. Hal ini
merupakan akibat dari perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda.
Pada agresi militer pertama ini, Belanda juga mengerahkan
kedua pasukan khusus, yaitu Korps Speciale Troepen (KST) di
bawah Westerling yang kini berpangkat Kapten, dan Pasukan Para I (1e para
compagnie) di bawah Kapten C. Sisselaar. Pasukan KST (pengembangan dari
DST) yang sejak kembali dari Pembantaian Westerling
,pembantaian di Sulawesi Selatan
belum pernah beraksi lagi, kini ditugaskan tidak hanya di Jawa, melainkan
dikirim juga ke Sumatera Barat. Agresi tentara Belanda berhasil merebut daerah-daerah di
wilayah Republik Indonesia yang sangat penting dan kaya seperti kota pelabuhan,
perkebunan dan pertambangan
3.2 Kritik dan Saran
Dari
pengalaman penulisan makalah ini , penulis mengalami beberapa kendala yang
secara langsung mengakibatkan pada kekurang sempurnaan hasil akhir penulisan
makalah ini. Kendala utama adalah minimnya sumber baik itu seperti buku yang biasa dipakai perbandingan dalam
penulisan makalah ini. Oleh karena itu ,sekedar
saran dari penulis untuk penulisan makalah berikutnya, semoga untuk
kedepannya lebih giat lagi dalam mencari sumber materi , sehingga penulisan ,
serta penyelesaian makalah dapt lebih baik. Hal ini penting agar ebih dapat
menyelesaikan sebuah karya penulisan yang baik dan benar, serta menarik untuk
dikaji. Demikianlah makalah ini penulis persembahkan , semoga dapatbermanfaat.
Sekian dan terima kasih.
DAFTAR
PUSTAKA
A.B Lapian & P.J Droglever.1992. Menelusuri Jalur Linggarjati.
PT temprint :Jakarta
Dr. Mr. Ide Anak Agung Gede Agung. Persetujuan linggarjati (
prolog & epilog). Universitas 11 maret press. Yogyakarta
Drs. I Nyoman Dekker.SH. 1965. Sejarah Indonesia baru 1800-1950.
Fahrul.
2008. Perjanjian linggarjati . www.Google.com. Di unduh tanggal 9 Maret 2013.
Ricklefs
M.C.2008.Sejarah Indonesia Modern 1200-2008.PT Serambi Ilmu Semesta: Jakarta
Zulkipli .2008. agresi milter belanda 1 & 2 (PI) 1925. www.Google.com Di unduh tanggal 9 Maret 2013.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar