Minggu, 16 September 2012


ARTIKEL

BULAN PEJENG
(Cerita Rakyat Desa Pejeng, Gianyar, Bali)
Diceritakan dahulu kala di langit ada 8 buah bulan yang menerangi dunia ini. Pada suatu hari salah satu bulan tersebut jatuh kebumi, tepatnay di sebuah desa yang bernama desa pejeng. Di desa tersebut bulan tidak jatuh ketanah melainkan tersangkut diatas sebuah pohon besar (kira-kira seperti pohon beringin). Karena jatuhnya bulan tersebut, masyarakat pejeng menjadi panik karena mendapatkan sebuah kejadian besar dan tidak diduga-duga. Akibat bulan tersebut juga, keadaan alam pejeng menjadi terang-benderang, bahkan tidak pernah ada malam dengan kata lain situasi desa pejeng siang terus.
 Setelah sekian lama Keadaan Pejeng terang menderang, hal ini sangat tidak dikehendaki oleh para orang yang memilki niat buruk, khususnya para pencuri/maling. Para maling ini tidak bisa menjalankan misinya di tengah keadaan yang terang, karena mereka biasanya beraksi pada situasi yang ngelap  supaya tidak diketahui oleh masyarkat. Akhirnya para maling mengadakan suatu pertemuan di sebuah tempat ujntuk mengatasi mmasallah tersebut(situasi yang terang), mereka pun mendapatkan sebuah solusi yang cukup unik, yaitu  berniat untuk mengencingi bulan tersebut. Mungkin halk ini dilakukan karena mereka beranggapan bahwa bulan yang bersianr terang tersebut adalah benda yang suci sehingga jika dikotori/dinodai maka kesuciannya akan hilang dan otomatis cahayanya pun akan padam. Untuk menjalani aksinya tersebut maka ditunjuklah salah seorang maling yang dinilai mmemilki mkemampuan serta keberanian yang cukup tinggi. Singkat cerita  pada keesoakan harinya maling yang ditunjuk tersebut menjalaani rencana myang sudah dipersiapkan matang-matang, dia langsung naik ke pohon besar tempat bulan tersebut. Sesudah diatas pohon di tidak tinggal diam lagi dan langsung mengencingi bulan tersebut. Apa yang terjadi?, ternyata hal yang diinginkan benar terjadi yaitu bulan itu padam dan tidakmengeluarkan sianr lagi, dan pada pinggiran bulan tersebut menjadi sedikit pecah akibat tetesan air kencing si maling (pecahan ini sampai sekarang masih ada pada nekara yang dianggap bulan) dan simaling yang mengencinginya langsung mati.
 Peristiwa padamnya bulan tersebut kembali menggegerkan masyarakat desa pejeng, dimana mereka merasa sanagat terkejut karena bulan yang sebelumnya bersinar terang menjadi redup. Masyarakat lalu mmenyelidiki apa penyebab kejadian ini. Selanjutnya mereka menyilidikanya keatas pohon tempat bual itu berada, ternyata diatas pohon tersebut mereka menemukan sebuah mayat seorang laki-laki yang memang banyak yang mengenalo kalau dia adalah seorang yang sering mencuri dirumah warga tetapi sanagt sulit ditangkap. Setelah beberapa lama diselidiki, ada seoarang waraga yang mmelihat bahwa sebelum bulan itu redup ada seseoarang yanmg mengencinginya dan langsung mati,tetapi warga yang melihat kejadian ini pada saat itu takut untuk melaporkan hal ia lihat, karena takut akan dibunuh oleh teman si pencuri yang mengencingi bulan tersebut.
            Setelah kejadian redupnya bulan tersebut  keadaaan desa pejeng menjadi normal kembali, dimana siang dan malam tetap ada sebagaimana biasanya. Tetapi bulan yang jatuh dari langit tersebut masih ada diatas pohon besar, dan setelah sekian lama para warag berinisiatif mengupacarai bulan yang redup tersebut, karean diduga merupakan sebuah benda yhang memilki kekuatan magis. Setelalh selesai diupacarai, bulan tersebut dibuatkan sebuah pelinggih. Setelah selesainya pelinggih, bulan tersebut langsung dipindahkan tetapi pada saat pemindahannya mngalami sebuah kesulitan, yaitu bualn yang ukurannya cukup besar itu sangta sulit dipindahkan denagn tenaga manusia. Sehingga masyarakat pejeng meminta bantuan orang pintar (memilki ilmu kebatianan), untuk memberiakn sebuah solusi, dan ia mnyeruh mengguanakn benang tri-datu (benang tiga warna ; hitam, merah putih, yamg menurut kepercayaan orang bali meilki suatu kekuatan magis yang tinggi) untuk memindahkannya. Hal yang disuruh orang pintar tersebut akhirnya dilaksanakan dan masyarakat membuat benag tridati yang ukurannya panjang, dan langsung mengikatnya pada bulan tersebut dan langsung dipindahkan denagn mudah ke pelinggih yang dibuat. Kemudian ataas kesepakatan masyarakat pejeng dan petunjuk dari orangf pintar maka bualn yang telah diletakan di pelinggih tersebut harus dupacarai dan disembah oleh masyarakat, karean merupakan anugrah dari ida sang hyang widhi wasa.
            Demikianlah cerita dari bulan yang ada di puar penataran sasih yang ada di pejeng yang sampai saat ini masih dipuja dan di upacarai oleh masyarakat setempat. Tetapi setelah beberapa ahli kepurbakalaan melakuakn suatu penelitian terhadap bualan tersebut, ternyata itulah bukanlah bulan yang dipercaya oleh masyarakat jatuh dari langit, melainkan sebuah “Nekara” peninggalan dari zaman prasejarah yaitu pada zaman  logam/perunggu. Menurut para ahli  nekara ini pada dulunya digunakan sebagi alat untuk mendatangkan hujan, genderang perang, serta sebagai tanda kebesaran sebuah kerajaa, dsb. Walaupun demikian cerita tentang bulan pejeng ini masih tetap ada sampai sekarang dan masih ada masyarakat yang percaya bahwa benda yang ada di pura penataran sasih tersebut adalah bulan yang memang jatuh dari langit




OLeh :
 #Pande Nyoman Suastawan#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar